tag:blogger.com,1999:blog-26461448482418984062024-03-14T09:28:20.212+07:00Jaja Wilsa Official Site'sBahasa Menunjukkan BangsaDrs. Jaja, M.Humhttp://www.blogger.com/profile/00842688242044278015noreply@blogger.comBlogger11125tag:blogger.com,1999:blog-2646144848241898406.post-83854297603419633842009-05-18T17:01:00.000+07:002009-05-18T17:04:20.546+07:00Kalimat Aktif dan PasifKalimat aktif adalah Kalimat yang subjeknya melakukan pekerjaan atau melakukan perbuatan.<br /><br />Ciri-ciri :<br />1. Subjeknya sebagai pelaku.<br />Helsa Situmorang membaca buku. (Helsa sebagai pelaku)<br />2. Predikatnya berawalan me- atau ber-.<br />3. Predikatnya tergolong kata kerja aus.<span class="fullpost">Contoh :<br />1. Adik membaca buku.<br />2. Tatang bermain bola.<br />3. Yuli mandi di kolam renang.<br />4. Wawan telah membeli buku gambar.<br /><br />Kalimat Pasif adalah kalimat yang subjeknya dikenai pekerjaan atau dikenai perbuatan.<br />Ciri-ciri :<br />1. Subjeknya sebagai penderita.<br />2. Predikatnya berawalan di-, ter-, atau ,ter-kan.<br />3. Predikatnya berupa predikat persona (kata ganti orang, disusul oleh kata<br />kerja yang kehilangan awalan).<br /><br />Cara mengubah kalimat aktif menjadi kalimat pasif :<br />1. Subjek akan menjadi Objek<br />2. Predikat berimbuhan me – ~ di-<br />3. Bila subjeknya berupa kata ganti orang pada kalimat aktif maka predikat pada kalimat aktif tidak menggunakan awalan di-. Kata ganti orang tersebut diletakkan sebelum predikat tanpa imbuhan.<br /><br /> <br /><br />Contoh :<br />1. Andi membaca novel di kamar. (Kalimat aktif)<br />S P O K<br /><br />Novel dibaca Andi di kamar. (kalimat pasif)<br /> S P O K<br />2. Saya menulis cerita di teras rumah. (aktif)<br /><br />S P O K (kalimat aktif dengan subyek kata ganti orang )<br /><br />Cerita saya tulis di teras rumah. (pasif)<br /><br />S O P K (kalimat pasif kata kerja imbuhan di hilangkan)<br />Saya sudah membeli buku itu. (aktif)<br />Buku itu sudah kubeli. (pasif)<br /><br /><br /></span>Drs. Jaja, M.Humhttp://www.blogger.com/profile/00842688242044278015noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2646144848241898406.post-20358506618009430012009-05-18T16:30:00.002+07:002009-05-19T15:15:42.097+07:00Struktur KalimatKalimat adalah:Satuan bahasa terkecil dalam wujud lisan atau tulisan yang mengungkapkan suatu pikiran yang utuh . Dalam suatu kalimat terdiri dari beberapa unsur antara lain subyek,predikat, obyek ,pelengkap dan keterangan.<span class="fullpost">Kalimat dikatakan sempurna jika minimal memliki unsur Subyek dan Predikat.<br /><br />1. Ciri-Ciri Subjek<br /><br /> * Jawaban atas Pertanyaan Apa atau Siapa kepada Predikat.<br /> Contoh :<br /> 1. Juanda memelihara binatang langka<br /> Siapa memelihara? Jawab : Juanda. (maka juanda adalah S sedangkan<br /> memelihara adalah )<br /> Siapa atau apa Binatang langka ? = tidak ada jawaban<br /> 2. Meja itu dibeli oleh paman.<br /> Apa dibeli ? = jawab Meja<br /><br />¨ Biasanya disertai kata itu,ini,dan yang (yang ,ini,dan itu juga sebagai pembatas antara subyek dan predikat)<br /><br />Contoh : Anak itu mengambil bukuku<br />S P<br />2 Ciri-Ciri Predikat<br /><br />¨ Menimbulkan Pertanyaan apa atau siapa.<br /><br />Dalam hal ini jika predikat maka dengan pertanyaan tersebut akan ada jawabannya.<br />Perhatikan pada Subyek diatas. Subyek dan predikat ditentukan secara bersama-sama.<br /><br />¨ Kata Adalah atau Ialah<br />Predikat kalimat dapat berupa kata adalah atau ialah. Kalimat dengan Predikat demikian itu terutama digunakan pada kalimat majemuk bertingkat anak kalimat pengganti predikat.<br /><br />¨ Dapat Disertai Kata-kata Aspek atau Modalitas<br />Predikat kalimat yang berupa verba atau adjektiva dapat disertai kata-kata aspek seperti telah, sudah, sedang, belum, dan akan. Kata-kata itu terletak di depan verba atau adjektiva. Kalimat yang subjeknya berupa nomina bernyawa dapat juga disertai modalitas, kata-kata yang menyatakan sikap pembicara (subjek), seperti ingin, hendak, dan mau.<br />3 Ciri-Ciri Objek<br /><br />Predikat yang berupa verba intransitif (kebanyakan berawalan ber- atau ter-) tidak memerlukan objek, verba transitif yang memerlukan objek kebanyakan berawalan me-. Ciri-ciri objek ini sebagai berikut.<br /><br />¨ Langsung di Belakang Predikat<br />Objek hanya memiliki tempat di belakang predikat, tidak pernah mendahului predikat.<br /><br />¨ Dapat Menjadi Subjek Kalimat Pasif<br /><br />Objek yang hanya terdapat dalam kalimat aktif dapat menjadi subjek dalam kalimat pasif. Perubahan dari aktif ke pasif ditandai dengan perubahan unsur objek dalam kalimat aktif menjadi subjek dalam kalimat pasif yang disertai dengan perubahan bentuk verba predikatnya.<br /><br />¨ Didahului kata Bahwa<br />Anak kalimat pengganti nomina ditandai oleh kata bahwa dan anak kalimat ini dapat menjadi unsur objek dalam kalimat transitif.<br />4 Ciri-Ciri Pelengkap<br /><br />Perbedaannya terletak pada kalimat pasif. Pelengkap tidak menjadi subjek dalam kalimat pasif. Jika terdapat objek dan pelengkap dalam kalimat aktif, objeklah yang menjadi subjek kalimat pasif, bukan pelengkap. Berikut ciri-ciri pelengkap.<br /><br />¨ Di Belakang Predikat<br />Ciri ini sama dengan objek. Perbedaannya, objek langsung di belakang predikat, sedangkan pelengkap masih dapat disisipi unsur lain, yaitu objek. Contohnya terdapat pada kalimat berikut.<br /><br />a) Diah mengirimi saya buku baru.<br />b) Mereka membelikan ayahnya sepeda baru.<br />Unsur kalimat buku baru, sepeda baru di atas berfungsi sebagai pelengkap dan tidak mendahului predikat.<br /><br />· Hasil jawaban dari predikat dengan pertanyaan apa.<br />Contoh :<br />a. Pemuda itu bersenjatakan parang.<br />Kata parang adalah pelengkap.<br />Bersenjatakan apa ? jawab parang ( maka parang sebagai pelengkap )<br /><br />b. Budi membaca buku.<br />Membaca apa ? jawab buku (buku sebagai obyek karena dapat<br />menempati Subyek)<br />5 Ciri-Ciri Keterangan<br /><br />Ciri keterangan adalah dapat dipindah –pindah posisinya . perhatikan contoh berikut:<br /><br />Cintya sudah membuat tiga kue dengan bahan itu.<br /><br />S P O K<br /><br />Dengan bahan itu Cintya sudah membuat tiga kue .<br />Cintya dengan bahan itu sudah membuat tiga kue.<br /><br />Dari jabatan SPOK menjadi KSPO dan SKPO .Jika tidak dapat di pindah maka bukan keterangan.<br /><br /><br /></span>Drs. Jaja, M.Humhttp://www.blogger.com/profile/00842688242044278015noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2646144848241898406.post-62588702194474812662009-05-17T14:58:00.000+07:002009-05-17T14:59:49.667+07:00Pengertian ResensiA. Pengertian Resensi<br /><br />Resensi adalah suatu tulisan atau ulasan mengenai nilai sebuah hasil karya, baik itu buku, novel, majalah, komik, film, kaset, CD, VCD, maupun DVD. Tujuan resensi adalah menyampaikan kepada para pembaca apakah sebuah buku atau hasil karya itu patut mendapat sambutan dari masyarakat atau tidak. <span class="fullpost">Yang akan kita bahas pada buku ini adalah resensi buku. Resensi buku adalah ulasan sebuah buku yang di dalamnya terdapat data-data buku, sinopsis buku, bahasan buku, atau kritikan terhadap buku.<br /><br />Resensi berasal dari bahasa Latin, yaitu dari kata kerja revidere atau recensere. Artinya melihat kembali, menimbang, atau menilai. Arti yang sama untuk istilah itu dalam bahasa Belanda dikenal dengan recensie, sedangkan dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah review. Tiga istilah itu mengacu pada hal yang sama, yakni mengulas buku. Tindakan meresensi dapat berarti memberikan penilaian, mengungkap kembali isi buku, membahas, atau mengkritik buku. Dengan pengertian yang cukup luas itu, maksud ditulisnya resensi buku tentu menginformasikan isi buku kepada masyarakat luas.<br /><br />Ada yang berpendapat bahwa minimal ada tiga jenis resensi buku.<br /><br /> 1. Informatif, maksudnya, isi dari resensi hanya secara singkat dan umum dalam menyampaikan keseluruhan isi buku.<br /> 2. Deskriptif, maksudnya, ulasan bersifat detail pada tiap bagian/bab.<br /> 3. Kritis, maksudnya, resensi berbentuk ulasan detail dengan metodologi ilmu pengetahuan tertentu. Isi dari resensi biasanya kritis dan objektif dalam menilai isi buku.<br /><br />Namun, ketiga jenis resensi di atas tidak baku. Bisa jadi resensi jenis informatif namun memuat analisa deskripsi dan kritis. Alhasil, ketiganya bisa diterapkan bersamaan.<br /><br />B. Unsur-unsur Resensi<br /><br />Daniel Samad (1997: 7-8) menyebutkan unsur-unsur resensi adalah sebagai berikut:<br /><br />1. Membuat judul resensi<br /><br />Judul resensi yang menarik dan benar-benar menjiwai seluruh tulisan atau inti tulisan, tidakharus ditetapkan terlebih dahulu. Judul dapat dibuat sesudah resensi selesai. Yang perlu diingat, judul resensi selaras dengan keseluruhan isi resensi.<br /><br />2. Menyusun data buku<br /><br />Data buku biasanya disusun sebagai berikut:<br /><br />a. judul buku (Apakah buku itu termasuk buku hasil terjemahan. Kalau demikian, tuliskan judul aslinya.);<br /><br />b. pengarang (Kalau ada, tulislah juga penerjemah, editor, atau penyunting seperti yang tertera pada buku.);<br /><br />c. penerbit;<br /><br />d. tahun terbit beserta cetakannya (cetakan ke berapa);<br /><br />e. tebal buku;<br /><br />f. harga buku (jika diperlukan).<br /><br />3. Membuat pembukaan<br /><br />Pembukaan dapat dimulai dengan hal-hal berikut ini:<br /><br />a. memperkenalkan siapa pengarangnya, karyanya berbentuk apa saja, dan prestasi apa saja yang diperoleh;<br /><br />b. membandingkan dengan buku sejenis yang sudah ditulis, baik oleh pengarang sendiri maupun oleh pengarang lain;<br /><br />c. memaparkan kekhasan atau sosok pengarang;<br /><br />d. memaparkan keunikan buku;<br /><br />e. merumuskan tema buku;<br /><br />f. mengungkapkan kritik terhadap kelemahan buku;<br /><br />g. mengungkapkan kesan terhadap buku;<br /><br />h. memperkenalkan penerbit;<br /><br />i. mengajukan pertanyaan;<br /><br />j. membuka dialog.<br /><br />4. Tubuh atau isi pernyataan resensi buku<br /><br />Tubuh atau isi pernyataan resensi biasanya memuat hal-hal di bawah ini:<br /><br />a. sinopsis atau isi buku secara bernas dan kronologis;<br /><br />b. ulasan singkat buku dengan kutipan secukupnya;<br /><br />c. keunggulan buku;<br /><br />d. kelemahan buku;<br /><br />e. rumusan kerangka buku;<br /><br />f. tinjauan bahasa (mudah atau berbelit-belit);<br /><br />g. adanya kesalahan cetak.<br /><br />5. Penutup resensi buku<br /><br />Bagian penutup, biasnya berisi buku itu penting untuk siapa dan mengapa.<br /><br />~BERSAMBUNG~<br /><br /><br /></span>Drs. Jaja, M.Humhttp://www.blogger.com/profile/00842688242044278015noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-2646144848241898406.post-7228650124892509632009-05-17T14:57:00.000+07:002009-05-17T14:58:19.815+07:00Pengertian PuisiSetelah menelaah puisi dengan perkembangan dan stuktur yang membentuknya, maka batasan tentang puisi itu akan dapat diberikan. Banyak pendapat yang memberikan batasan-batasan tentang puisi. Batasan-batasan itu biasanya berhubungan dengan struktur fisiknya saja, namun ada juga yang memberikan batasan yang meliputi kedua struktur itu.<span class="fullpost">Puisi adalah karya sastra. Semua karya sastra bersifat imajinatif.Bahasa sastra bersifat konotatifkarena banyak digunakan makna kias dan makna lambang (majas). Dibandingkan dengan bentuk karya sastra yang lain, puisi lebih bersifat konotatif. Bahasanya lebih memiliki banyak kemungkinan makna. Hal ini disebabkan terjadinya pengkonsentrasian atau pemadatan segenap kekuatan bahasa di dalam puisi.<br /><br /><br /></span>Drs. Jaja, M.Humhttp://www.blogger.com/profile/00842688242044278015noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2646144848241898406.post-80068974440545598332009-05-17T14:53:00.001+07:002009-05-17T14:56:49.998+07:00MajasMajas atau gaya bahasa adalah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis <span class="fullpost">Majas perbandingan<br /><br /> 1. Alegori: Menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau penggambaran.<br /> 2. Alusio: Pemakaian ungkapan yang tidak diselesaikan karena sudah dikenal.<br /> 3. Simile: Pengungkapan dengan perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan kata depan dan pengubung, seperti layaknya, bagaikan, dll.<br /> 4. Metafora: Pengungkapan berupa perbandingan analogis dengan menghilangkan kata seperti layaknya, bagaikan, dll.<br /> 5. Antropomorfisme: Metafora yang menggunakan kata atau bentuk lain yang berhubungan dengan manusia untuk hal yang bukan manusia.<br /> 6. Sinestesia: Metafora berupa ungkapan yang berhubungan dengan suatu indra untuk dikenakan pada indra lain.<br /> 7. Antonomasia: Penggunaan sifat sebagai nama diri atau nama diri lain sebagai nama jenis.<br /> 8. Aptronim: Pemberian nama yang cocok dengan sifat atau pekerjaan orang.<br /> 9. Metonimia: Pengungkapan berupa penggunaan nama untuk benda lain yang menjadi merek, ciri khas, atau atribut.<br /> 10. Hipokorisme: Penggunaan nama timangan atau kata yang dipakai untuk menunjukkan hubungan karib.<br /> 11. Litotes: Ungkapan berupa mengecilkan fakta dengan tujuan merendahkan diri.<br /> 12. Hiperbola: Pengungkapan yang melebih-lebihkan kenyataan sehingga kenyataan tersebut menjadi tidak masuk akal.<br /> 13. Personifikasi: Pengungkapan dengan menyampaikan benda mati atau tidak bernyawa sebagai manusia.<br /> 14. Depersonifikasi: Pengungkapan dengan tidak menjadikan benda-benda mati atau tidak bernyawa.<br /> 15. Pars pro toto: Pengungkapan sebagian dari objek untuk menunjukkan keseluruhan objek.<br /> 16. Totum pro parte: Pengungkapan keseluruhan objek padahal yang dimaksud hanya sebagian.<br /> 17. Eufimisme: Pengungkapan kata-kata yang dipandang tabu atau dirasa kasar dengan kata-kata lain yang lebih pantas atau dianggap halus.<br /> 18. Disfemisme: Pengungkapan pernyataan tabu atau yang dirasa kurang pantas sebagaimana adanya.<br /> 19. Fabel: Menyatakan perilaku binatang sebagai manusia yang dapat berpikir dan bertutur kata.<br /> 20. Parabel: Ungkapan pelajaran atau nilai tetapi dikiaskan atau disamarkan dalam cerita.<br /> 21. Perifrase: Ungkapan yang panjang sebagai pengganti ungkapan yang lebih pendek.<br /> 22. Eponim: Menjadikan nama orang sebagai tempat atau pranata.<br /> 23. Simbolik: Melukiskan sesuatu dengan menggunakan simbol atau lambang untuk menyatakan maksud.<br /><br />Majas sindiran<br /><br /> 1. Ironi: Sindiran dengan menyembunyikan fakta yang sebenarnya dan mengatakan kebalikan dari fakta tersebut.<br /> 2. Sarkasme: Sindiran langsung dan kasar.<br /> 3. Sinisme: Ungkapan yang bersifat mencemooh pikiran atau ide bahwa kebaikan terdapat pada manusia (lebih kasar dari ironi).<br /> 4. Satire: Ungkapan yang menggunakan sarkasme, ironi, atau parodi, untuk mengecam atau menertawakan gagasan, kebiasaan, dll.<br /> 5. Innuendo: Sindiran yang bersifat mengecilkan fakta sesungguhnya.<br /><br />Majas penegasan<br /><br /> 1. Apofasis: Penegasan dengan cara seolah-olah menyangkal yang ditegaskan.<br /> 2. Pleonasme: Menambahkan keterangan pada pernyataan yang sudah jelas atau menambahkan keterangan yang sebenarnya tidak diperlukan.<br /> 3. Repetisi: Perulangan kata, frase, dan klausa yang sama dalam suatu kalimat.<br /> 4. Pararima: Pengulangan konsonan awal dan akhir dalam kata atau bagian kata yang berlainan.<br /> 5. Aliterasi: Repetisi konsonan pada awal kata secara berurutan.<br /> 6. Paralelisme: Pengungkapan dengan menggunakan kata, frase, atau klausa yang sejajar.<br /> 7. Tautologi: Pengulangan kata dengan menggunakan sinonimnya.<br /> 8. Sigmatisme: Pengulangan bunyi "s" untuk efek tertentu.<br /> 9. Antanaklasis: Menggunakan perulangan kata yang sama, tetapi dengan makna yang berlainan.<br /> 10. Klimaks: Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang sederhana/kurang penting meningkat kepada hal yang kompleks/lebih penting.<br /> 11. Antiklimaks: Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang kompleks/lebih penting menurun kepada hal yang sederhana/kurang penting.<br /> 12. Inversi: Menyebutkan terlebih dahulu predikat dalam suatu kalimat sebelum subjeknya.<br /> 13. Retoris: Ungkapan pertanyaan yang jawabannya telah terkandung di dalam pertanyaan tersebut.<br /> 14. Elipsis: Penghilangan satu atau beberapa unsur kalimat, yang dalam susunan normal unsur tersebut seharusnya ada.<br /> 15. Koreksio: Ungkapan dengan menyebutkan hal-hal yang dianggap keliru atau kurang tepat, kemudian disebutkan maksud yang sesungguhnya.<br /> 16. Polisindenton: Pengungkapan suatu kalimat atau wacana, dihubungkan dengan kata penghubung.<br /> 17. Asindeton: Pengungkapan suatu kalimat atau wacana tanpa kata penghubung.<br /> 18. Interupsi: Ungkapan berupa penyisipan keterangan tambahan di antara unsur-unsur kalimat.<br /> 19. Ekskalamasio: Ungkapan dengan menggunakan kata-kata seru.<br /> 20. Enumerasio: Ungkapan penegasan berupa penguraian bagian demi bagian suatu keseluruhan.<br /> 21. Preterito: Ungkapan penegasan dengan cara menyembunyikan maksud yang sebenarnya.<br /> 22. Alonim: Penggunaan varian dari nama untuk menegaskan.<br /> 23. Kolokasi: Asosiasi tetap antara suatu kata dengan kata lain yang berdampingan dalam kalimat.<br /> 24. Silepsis: Penggunaan satu kata yang mempunyai lebih dari satu makna dan yang berfungsi dalam lebih dari satu konstruksi sintaksis.<br /> 25. Zeugma: Silepsi dengan menggunakan kata yang tidak logis dan tidak gramatis untuk konstruksi sintaksis yang kedua, sehingga menjadi kalimat yang rancu.<br /><br />Majas pertentangan<br /><br /> 1. Paradoks: Pengungkapan dengan menyatakan dua hal yang seolah-olah bertentangan, namun sebenarnya keduanya benar.<br /> 2. Oksimoron: Paradoks dalam satu frase.<br /> 3. Antitesis: Pengungkapan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan arti satu dengan yang lainnya.<br /> 4. Kontradiksi interminus: Pernyataan yang bersifat menyangkal yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya.<br /> 5. Anakronisme: Ungkapan yang mengandung ketidaksesuaian dengan antara peristiwa dengan waktunya.<br /><br /><br /><br /><br /></span>Drs. Jaja, M.Humhttp://www.blogger.com/profile/00842688242044278015noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2646144848241898406.post-44891798737914759562009-05-13T15:17:00.001+07:002009-05-13T15:21:57.252+07:00Emansipasi<div style="text-align: justify;" class="post-content"> <p>Sabtu kemaren bangsa Indonesia memperingati hari Kartini. Hari emansipasi wanita Indonesia katanya. Tapi kayanya kok sekarang greget perayaan Hari Kartini ngga semeriah dulu yah? Apa karena sekarang vie udah bukan anak sekolahan lagi yang tiap hari Kartini diharuskan berpakaian nasional untuk memperingati Hari Kartini, jadinya sempet ngga ngeh kalau Sabtu maren tu Hari Kartini? Baru ngeh setelah masuk mall liad waitress McDonald pada pakai kebaya. Baru bergumam dalam hati…woooo ternyata hari ini hari kartini toh? Hihihih..parah deh suka lupa tanggal gini.<br />Tapi memperingati Hari Kartini kan ngga cuma dengan mengenakan pakaian nasional setiap tgl 21 April kan yah? Itu mah menurut vie cuma semacam simbol peringatan ajah. Ech tapi itu juga penting sih, daripada ga ada sama sekali kan malah kesannya sepi gitu. Cuma. menurut vie mah, sekarang ini apa yg diperjuangkan RA Kartini jaman dahulu itu udah menjadi salah kaprah. Beliau memperjuangkan agar kaum wanita dijamannya boleh mengecap pendidikan setara dengan kaum pria, dan tidak hanya menjadi `<em>konco wingking</em>` (dibelakang/ dapur) saja. Sekarang, setelah apa yang diperjuangkan RA Kartini itu menjadi kenyataan sekarang. Pria dan wanita mempunyai hak yang sama dalam pendidikan. Malah arti emansipasi itu semakin meluas. Ngga cuma dalam hal pendidikan tapi juga dalam lapangan pekerjaan. Wanita banyak yang menduduki posisi dalam pekerjaan2 yang dahulu cuma dipegang oleh pria. Bahkan sampai Presiden wanita pun pernah di negara kita ini. Wah hebat dong…<br />Tapi ada satu hal yang menggelitik hati buat dipertanyakan. Kalau kaum wanita telah setara dengan lelaki dalam semua hal, haruskah dirinya meninggalkan kodratnya sebagai wanita? Kodrat seorang wanita adalah menjadi ibu. Setinggi apapun pendidikan atau jabatan yang dia raih atau dia pegang, dia tak bisa menafikkan kodratnya sebagai seorang wanita. Seorang ibu, yang bertanggung jawab terhadap anak2nya, mengurus suami dan rumah tangganya. Walau mungkin jaman sekarang peran itu tak bisa 100% all out dipegang oleh seorang wanita (baca: wanita karir). tapi paling engga dia tetap memperhatikan dan care terhadap rumah tangganya. Dia tetap menjadi pemegang keputusan dan mengemudikan arah biduk rumah tangganya walau nahkoda tetap saja dipegang oleh suami. Masa depan anak2 ada di tangan seorang ibu. Hendak seperti apa seorang anak sebenarnya tergantung kepada didikan yang dia terima di rumah, khusunya dari sang bunda.<br />So kalau menrut vie tuh, wanita khususnya wanita Indoneisa adalah seorang superwoman. Karena dia memerankan dua fungsi sekaligus. Sebagai seorang ibu yang mengurus rumah tangganya dan sekaligus sebagai seorang sosok yang mempunya karir gemilang di luar rumah. Ibu Kartini pasti tersenyum disana karena melihat apa yang beliau perjuangkan dulu tuh telah menjadi kenyataan sekarang ini. <img src="file:///E:/NET%20DOWNLOADING/Emansipasi%20wanita%20dalam%20pendiikan/%C2%A8%C2%B0o.O%20Novie%20Pinky%20Blog%E2%84%A2%20O.o%C2%B0%C2%A8%20%C2%BB%20Blog%20Archive%20%C2%BB%20EMANSIPASI_files/icon_smile.gif" alt=":)" class="wp-smiley" /><br />Namun bicara soal emansipasi, wanita dengan lantang minta agar haknya disetarakan dengan lelaki. Namun kayanya masih ada juga tuh yang kaya gini nih : ” Don, anterin aku ke sini ya..anterin aku kesitu yaa…tolong buatkan aku ini ya..tolong ambilkan aku itu yaaa…aku kan cewe ga bisa ngelakuin hal2 kaya gitu….”<br />hehehehe….Cowo emang sudah kodratnya menjadi lebih kuat dari cewe so wajar kalau cewe sering minta tolong ini itu ke kaum cowo. Tapi jangan sampai atuh ya mentang2 cewe terus memanfaatkan temen cowo, minta diantar ke sini situ, minta traktir dengan dalih cowo gentle harusnya bayarin cewe (wew iyah gitu? <img src="file:///E:/NET%20DOWNLOADING/Emansipasi%20wanita%20dalam%20pendiikan/%C2%A8%C2%B0o.O%20Novie%20Pinky%20Blog%E2%84%A2%20O.o%C2%B0%C2%A8%20%C2%BB%20Blog%20Archive%20%C2%BB%20EMANSIPASI_files/icon_razz.gif" alt=":P" class="wp-smiley" /> ), tus minta dibuatin ini itu untuk hal2 yang sebenarnya sangat bisa untuk dilakukan sendiri. Kita emang ga bisa melakukan semuanya sendiri, kadang kita butuh bantuan orang lain buat melakukan sesuatu. Tapi jangan sampai kita memanfaatkan gender kita untuk meminta kaum pria melakukan sesuatu buat kita. Kita minta bantuan karena memang kita bener2 ga mampu untuk melakukan sesuatu itu.<br />So come on girl, be an independent woman, asal jangan terlalu mandiri, karena cowo juga ga suka cewe yang terlalu mandiri loh…hihihihi…<br />Bener ga?</p> <p>^_^</p> </div>Drs. Jaja, M.Humhttp://www.blogger.com/profile/00842688242044278015noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2646144848241898406.post-13617409706447865822009-05-13T15:13:00.004+07:002009-05-18T16:22:58.243+07:00Download<div style="text-align: center; color: rgb(204, 0, 0);"><span style="font-size:180%;">Download File berikut ini !<br /></span></div>Drs. Jaja, M.Humhttp://www.blogger.com/profile/00842688242044278015noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2646144848241898406.post-76108827458720711192009-05-13T15:10:00.002+07:002009-05-13T15:12:46.032+07:00Contact Us<blockquote><div style="text-align: center;"><span style="font-size:180%;"><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">Bila anda ingin memberikan saran dan kritik, dapat menghubungi saya di</span><br /><span style="color: rgb(204, 0, 0);">E-mail : jajawilsa@yahoo.co.id</span><br /></span></div></blockquote>Drs. Jaja, M.Humhttp://www.blogger.com/profile/00842688242044278015noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2646144848241898406.post-76809810241066877622009-05-13T15:07:00.001+07:002009-05-18T16:25:28.718+07:00SilabusDrs. Jaja, M.Humhttp://www.blogger.com/profile/00842688242044278015noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2646144848241898406.post-15796692973234369742009-05-13T14:46:00.000+07:002009-05-13T14:48:48.422+07:00Kamus Besar Bahasa Indonesia<span style="font-size: 9pt;font-family:Verdana;" > </span> <span style="font-size: 9pt;font-family:Verdana;" > <table cellpadding="0" cellspacing="0"><tbody><tr><td><span style="font-size:85%;"><div style="text-align: justify;"><a href="http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/" onclick="window.open(this.href); return false;">http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/</a><br /><br />Sekedar mengingat kembali jati diri bangsa, mari kita tengok masalah kebahasaan (Indonesia) yang masih acap kali kita jumpai kesalahan dan kebiasaan lokal yang meracuni kebahasaan secara nasional yang diusung oleh mediamasa.<br />Link di atas adalah Kamus Besar bahasa Indonesia online yang bisa kita manfaatkan untuk pengembangan diri melalui kebahasaan yang benar.<br /><br />Berikut saya sadur masalah kebahasaan yang sempat didiskusikan tahun lalu.<br /><br /><span style="font-weight: bold; font-style: italic;">Koran Tokoh Edisi Minggu 9 September 2007.</span><br /><br />Sejak Merebaknya Stasiun Televisi<br />Bahasa Indonesia Alami Penurunan Mutu<br /><br />MEDIA massa memiliki peran penting dalam pengembangan bahasa Indonesia. Kata ?unduh?, ?canggih?, ?tombol? muncul di masyarakat berkat sosialisasi media massa. Di sisi lain, media massa juga memberi sumbangan negatif, yaitu menyuguhkan kekerasan fisik dan verbal. Sialnya, itu terjadi pada jam produktif bagi anak menonton tayangan televisi. Demikian diungkapkan Dr. I Wayan Pastika, M.S., dosen Fakultas Sastra (FS) Unud dalam diskusi ?Sumbangan Media Massa kepada Perkembangan Bahasa Indonesia? yang diadakan Forum Bahasa Media Massa (FBMM) Bali bekerja sama dengan FS Unud, Kamis (30/8). Diskusi diawali Orasi Ilmiah berjudul ?Fonetik Eksperimental dan Manfaatnya pada Kajian Fonologi? oleh I Nyoman Suparwa. Kegiatan tersebut berlangsung dalam rangka ulang tahun ke-49 Fakultas Sastra Unud.<br />Pastika yang membawakan materi ?Bahasa Pijin dan Bahasa Kasar Dalam Acara TV? itu mengatakan, bahasa Indonesia dewasa ini (terutama sejak merebaknya stasiun televisi) mengalami penurunan dari segi mutu karena penggunaannya hampir tanpa kendali baik dari segi leksikal, gramatikal, maupun sosial. Peran media massa sangat besar dalam memberdayakan suatu bahasa menjadi bahasa yang bermartabat tanpa terlalu banyak dikendalikan oleh unsur-unsur bahasa lain.<br />Bahasa Indonesia yang kita tuturkan dewasa ini bukanlah bahasa pijin (sebuah bahasa yang dibentuk dari percampuran dua bahasa atau lebih) atau bahasa kreol (bahasa pijin yang dijadikan bahasa ibu oleh suatu guyub tutur). Namun, sejak reformasi sistem perpolitikan di Indonesia, nasib bahasa Indonesia terancam oleh masuknya kosakata dan struktur bahasa asing dan daerah. Masuknya sistem bahasa lain ke bahasa Indonesia hampir tanpa melalui proses penapisan sehingga dapat mengacaukan sistem bahasa Indonesia yang pada akhirnya dapat menggoyahkan kemampuan bahasa Indonesia sebagai penanda jati diri bangsa Indonesia.<br />?Menurut pengamatan saya dari segi penggunaan bahasa, siaran berita telah menggunakan bahasa Indonesia sesuai dengan kaidah bahasa. Hal ini dapat dilakukan karena ranah berita menggunakan ragam tulis,? kata Editor Pelaksana Jurnal Terakreditasi Nasional Linguistika ini. Namun, Metro TV mempunyai kegemaran mengklasifikasikan acara-acaranya (terutama siaran berita) dengan istilah-istilah asing, seperti Headline News, News Flash, Live by Phone, Top Nine News, dan Business Corner. ?Benarkah akan terjadi penurunan jumlah pemirsa apabila stasiun televisi itu mengganti istilah asing dengan bahasa Indonesia, yakni Berita Utama, Sekilas Berita, Langsung melalui Telepon, Sembilan Berita Utama, Sudut Usaha?? tanyanya. ?Judul acara hanya pandangan pertama yang kemudian dengan mudah ditinggalkan jika tak sesuai keinginan pemirsanya,? tambahnya.<br /><br /><br />Bahasa Kasar<br />Pastika juga menyoroti bahasa sinetron. ?Hidup kita di Indonesia tidak didominasi oleh Jakarta, termasuk bahasa. Jika dicermati, tayangan televisi nasional banyak menggunakan bahasa Melayu-Jakarta,? ujar doktor linguistik dari Faculty of Arts The Australian National University, Canberra itu. Percampuran kosakata Melayu-Jakarta dengan bahasa Indonesia merupakan suatu bentuk penghilangan jati diri bahasa Indonesia. Ia mencontohkan, 90% sinetron menggunakan bahasa Melayu-Jakarta. Sinetron ?Untung tidak selalu Untung? (SCTV), ?Soleha? (RCTI), ?Hikayah? (Trans), dan ?Candy? (RCTI) disebutnya sebagai contoh. Cuplikan sinetron ?Untung tidak selalu Untung? yang dicatatnya antara lain ?ya deh?, ?gua blum bikin PR nih?, ?udah deh, PR gua nggak perlu dibacain?, ?baru tau rasak, lho?. Jika bahasa ini diungkap kepada orangtua yang hanya mengerti bahasa Indonesia, tentu mereka tak mengerti.<br />?Berbeda halnya kalau film televisi itu adalah film impor,? katanya. Sebagian film impor diterjemahkan secara lisan dengan menggunakan bahasa Indonesia ragam umum. Tahun 1980-an, film Jepang berjudul ?Oshin? sangat digemari masyarakat karena ceritanya menarik dan mengandung pesan moral positif. Film ?The Jewel of Palace? (Indosiar) juga digemari karena mengandung filsafat hidup yang menghargai sesama dan etos kerja. Bahasa yang dipakai adalah bahasa Indonesia ragam lisan umum seperti ?Aku tidak mengerti mengapa kejadian seperti ini selalu kualami?, ?Aku rasa aku tidak bisa memakannya. Apakah kau bisa memakannya??, ?Nanti kau akan mendapatkan kembali pekerjaanmu?. ?Meskipun bukan bahasa Melayu-Jakarta, film ini tetap digemari masyarakat umum,? katanya.<br />Pastika pun mengritik bahasa pesohor seni seperti pemain film, penyanyi, dan pembawa acara televisi. Saat mereka berbicara dalam acara televisi yang bersifat informal, mereka lebih menggunakan bahasa ?gaul? yang pada intinya juga sebuah bahasa pijin. ?Mereka berbahasa seenaknya, tidak sadar bahwa mereka tidak terbatas berada di studio televisi,? kritiknya. ?Lu ngomong dong. Enak aja.?, ?Gue ngadepin biasa aja.?, ?Kayak gini, ngapain pegang-pegang.? merupakan contoh cuplikan pembawa acara dan pesohor yang dicatatnya dalam acara ?Infotainmen? dan ?Ada Gosip?.<br />Buruknya lagi, petelevisian di Indonesia sudah menganggap bahwa bahasa kasar merupakan hal yang biasa. Bahasa kasar merupakan bentuk kekerasan verbal dan diyakini membawa pengaruh tidak baik bagi perkembangan emosi dan budi pekerti. ?Diam, tolol? dan ?Kalau nongol, mukanya dipecahin? menjadi contoh bahasa kasar yang dianggap lucu dalam lawakan ?Tawa Sutra?. ?Di luar negeri, stasiun televisi yang menyiarkan bahasa kasar, ada sanksinya. Di sini malah biasa. Tak mengherankan, perilaku kasar adalah hal yang biasa dalam masyarakat kita,? sindirnya.<br />Menurut Pastika, berbahasa kasar bertolak belakang dari nilai-nilai budaya kita. ?Kalau kita berbicara, harus menjaga mulut kita karena menyangkut etika,? jawabnya menanggapi pertanyaan Pius, mahasiswa FS Unud. Nyoman Suparwa, dosen FS Unud memperhatikan penggunaan kata ?joss? yang sangat sering dipakai Harian Denpost. ?Kadang dipakai untuk anak-anak yang disetubuhi, kadang untuk PSK. Konotasinya apa? Hati-hati, koran juga dibaca oleh anak-anak,? katanya.<br />Ida Bagus Martinaya, Redaktur Bali Post yang juga menjadi salah seorang pembicara utama dalam diskusi tersebut menyatakan, kata ?joss? diambil dari kata ?extra joss?. ?Menurut penyair, kata ?joss? memiliki kedekatan rasa dengan ditusuk dan dicoblos. Tetapi, seharusnya gunakan saja ?diperkosa?,? kata Gus Martin. Ia menyatakan bahasa koran yang baik harus memiliki sifat komunikatif, informatif, efektif, inovatif, dan reaktif. Pastika berpendapat, kata ?joss? berkonotasi ?enak? yang terkesan menistakan orang lain. ?Untuk anak-anak yang bernasib sial, kata itu seolah menertawakan mereka,? tandasnya.<br />Peran media massa dalam pengembangan bahasa Indonesia juga menjadi perhatian Sukarda dari FS Unud. ?Kalau Pusat Bahasa memasarkan bahasa bisa ditolak, tetapi kalau media massa, langsung diikuti,? katanya. Oleh karena itu, Pastika mengatakan, Pusat Bahasa harus bisa ?memasarkan? bahasa Indonesia kepada media massa. ?Media massa harus mengikuti perkembangan produk Pusat Bahasa. Mereka harus punya kepedulian terhadap kebahasaan, terutama lembaga yang mampu secara ekonomi,? imbuhnya.<br />Laksmi dari MGMP Bahasa Indonesia SMK mengatakan, penggalan kata yang ada di koran banyak yang tidak tepat. Ini tentu membingungkan. Ia juga mencermati bahasa iklan. ?Kalau baku, bahasa iklan memang kurang pas tetapi jangan sampai membingungkan,? pintanya. Contoh, iklan shampo yang berbunyi, ?Sunsilk untuk rambut hitam berkilau.? ?Untuk apa rambut yang sudah hitam diberi Sunsilk. Kata ?untuk? harusnya ?agar?,? koreksinya.<br />Djoko, dari RRI Stasiun Denpasar mengatakan, RRI pernah bangga karena menjadi rujukan berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Kemunculan televisi dan radio swasta sangat kuat pengaruhnya. Masyarakat lebih memilih koran dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar tetapi tidak memilih radio berbahasa Indonesia yang baik dan benar. ?Sekarang kami sulit mencari pewara atau reporter yang memiliki spontanitas berbahasa Indonesia yang baik dan benar,? akunya.<br />Widminarko, Pemimpin Redaksi Koran Tokoh menambahkan, penggunaan bahasa di media massa perlu ada rambu-rambunya. Tiap media massa, bahkan lingkungan kerja lainnya, perlu memiliki ?buku pintar?. ?Penggunaan bahasa Indonesia di media massa perlu memperhatikan aspek logika dan ekonomi kata,? katanya.<br />Ida Bagus Suwana dari SMAN 1 Denpasar menanyakan, apa yang bisa kita lakukan mengatasi masalah kebahasaan itu? ?Kita harus mulai dari diri sendiri. Sejak tiga tahun lalu, keluhan terhadap tayangan televisi kita sudah dilaporkan ke KPI. Tetapi, hingga saat ini tetap saja acara penuh kekerasan disiarkan. Saya sanksi jika kita memerlukan sanksi untuk itu. Masalahnya, ini ibarat kita terbiasa makan yang enak tetapi tidak sehat. Orang Jepang makan sushi yang tidak enak tetapi panjang umur. Mana yang kita pilih?? ujar Pastika. - rat</div></span></td></tr></tbody></table></span>Drs. Jaja, M.Humhttp://www.blogger.com/profile/00842688242044278015noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2646144848241898406.post-32322927562137341342009-05-13T12:12:00.000+07:002009-05-13T12:39:03.246+07:00Bahasa Indonesia<div style="text-align: justify;"><br /></div><table class="infobox" style="width: 24em; margin-top: 0.75em; background-color: rgb(244, 244, 244); text-align: left; font-size: 95%; margin-left: 0px; margin-right: 0px;" cellpadding="2"> <tbody><tr> <th colspan="3" style="padding: 0.5em; text-align: center; font-size: 120%; color: black; background-color: pink;">Bahasa Indonesia</th> </tr> <tr> <td style="padding-left: 0.5em;"><span style="white-space: nowrap;">Dituturkan di</span>:</td> <td colspan="2" style="padding-left: 0.5em;">Indonesia, Malaysia, Timor Leste, Brunei, Singapura </td> </tr> <tr> <td style="padding-left: 0.5em;">Daerah:</td> <td colspan="2" style="padding-left: 0.5em;">Indonesia, Malaysia, Timor Leste, Brunei, Singapura</td> </tr> <tr> <td style="padding-left: 0.5em;"><br /></td> <td colspan="2" style="padding-left: 0.5em;"><br /></td> </tr> <tr> <td style="padding-left: 0.5em;">Total penutur:</td> <td colspan="2" style="padding-left: 0.5em;">17–30 juta penutur asli<br />total 140–220 juta </td> </tr> <tr> <td style="padding-left: 0.5em;">Peringkat:</td> <td colspan="2" style="padding-left: 0.5em;">56</td> </tr> <tr> <td style="padding-left: 0.5em;">Rumpun bahasa:</td> <td colspan="2" style="padding-left: 0.5em; text-align: left;"><span class="mw-redirect">Austronesia</span><br /> <span class="mw-redirect">Malayo-Polinesia</span><br /> <span class="mw-redirect">Malayo-Polinesia Inti</span><br /> Sunda-Sulawesi<br /> Melayik<br /> <span class="new">Melaya</span><br /> <span class="new">Melayu Lokal</span><br /> <b>Bahasa Indonesia</b> </td> </tr> <tr> <th colspan="3" style="text-align: center; color: black; background-color: pink;">Status resmi</th> </tr> <tr> <td style="padding-left: 0.5em;">Bahasa resmi:</td> <td colspan="2" style="padding-left: 0.5em;"><span class="image"><img alt="Bendera Indonesia" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/9/9f/Flag_of_Indonesia.svg/22px-Flag_of_Indonesia.svg.png" class="thumbborder" width="22" border="0" height="15" /></span> Indonesia</td> </tr> <tr> <td style="padding-left: 0.5em;"><span class="new">Diatur oleh</span>:</td> <td colspan="2" style="padding-left: 0.5em;">Pusat Bahasa</td> </tr> <tr> <th colspan="3" style="text-align: center; color: black; background-color: pink;">Kode-kode bahasa</th> </tr> <tr> <td style="padding-left: 0.5em;"><span class="mw-redirect">ISO 639-1</span>:</td> <td colspan="2" style="padding-left: 0.5em;"><tt>id</tt></td> </tr> <tr> <td style="padding-left: 0.5em;"><span class="mw-redirect">ISO 639-2</span>:</td> <td colspan="2" style="padding-left: 0.5em;"><tt>ind</tt></td> </tr> <tr> <td style="padding-left: 0.5em;"><span class="mw-redirect">ISO 639-3</span>:</td> <td colspan="2" style="padding-left: 0.5em;"><tt><span class="external text">ind</span></tt> </td> </tr> <tr> <td colspan="3" style="padding: 0pt; vertical-align: middle;"><span class="image"><img alt="" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/6/62/Indonesian_Language_Map.svg/300px-Indonesian_Language_Map.svg.png" width="300" border="0" height="132" /></span><br /><small>Keterangan:<br /><span style="border: 1px solid rgb(0, 0, 0); background-color: rgb(0, 0, 139); width: 50px;"> </span> Mengindikasikan wilayah dimana Bahasa Indonesia adalah bahasa mayoritas dan sebagai bahasa resmi.<br /><span style="border: 1px solid rgb(0, 0, 0); background-color: rgb(173, 216, 230); width: 50px;"> </span> Mengindikasikan wilayah dimana Bahasa Indonesia dikenal sebagai bahasa minoritas.</small> <p><small> </small></p> </td> </tr> <tr> <td class="boilerplate metadata" colspan="3" style="padding: 0.5em;"><small><b>Perhatian</b>: Halaman ini mungkin memuat simbol-simbol fonetis <span class="mw-redirect">IPA</span> menggunakan Unicode.</small></td> </tr> </tbody></table><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><b>Bahasa Indonesia</b> adalah bahasa resmi <span class="mw-redirect">Republik Indonesia</span> sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Dasar RI 1945, Pasal 36. Ia juga merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia sebagaimana disiratkan dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Meski demikian, hanya sebagian kecil dari penduduk Indonesia yang benar-benar menggunakannya sebagai bahasa ibu karena dalam percakapan sehari-hari yang tidak resmi masyarakat Indonesia lebih suka menggunakan bahasa daerahnya masing-masing sebagai bahasa ibu seperti bahasa Melayu pasar, bahasa Jawa, bahasa Sunda, dan lain sebagainya. Untuk sebagian besar masyarakat Indonesia lainnya, bahasa Indonesia adalah bahasa kedua dan untuk taraf resmi bahasa Indonesia adalah bahasa pertama. Bahasa Indonesia merupakan sebuah dialek bahasa Melayu yang menjadi bahasa resmi Republik Indonesia.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Bahasa Indonesia diresmikan pada kemerdekaan Indonesia tahun 1945. Bahasa Indonesia merupakan bahasa dinamis yang hingga sekarang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan, maupun penyerapan dari bahasa daerah dan asing. Bahasa Indonesia adalah dialek baku dari bahasa Melayu yang pokoknya dari bahasa Melayu Riau sebagaimana diungkapkan oleh <span class="mw-redirect">Ki Hajar Dewantara</span> dalam Kongres Bahasa Indonesia I tahun 1939 di Solo, Jawa Tengah, <i>"jang dinamakan 'Bahasa Indonesia' jaitoe bahasa Melajoe jang soenggoehpoen pokoknja berasal dari 'Melajoe Riaoe', akan tetapi jang soedah ditambah, dioebah ataoe dikoerangi menoeroet keperloean zaman dan alam baharoe, hingga bahasa itoe laloe moedah dipakai oleh rakjat di seloeroeh Indonesia; pembaharoean bahasa Melajoe hingga menjadi bahasa Indonesia itoe haroes dilakoekan oleh kaoem ahli jang beralam baharoe, ialah alam kebangsaan Indonesia"</i>. atau sebagaimana diungkapkan dalam Kongres Bahasa Indonesia II 1954 di Medan, Sumatra Utara, <i>"...bahwa asal bahasa Indonesia ialah bahasa Melaju. Dasar bahasa Indonesia ialah bahasa Melaju jang disesuaikan dengan pertumbuhannja dalam masjarakat Indonesia"</i>.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Secara sejarah, bahasa Indonesia merupakan salah satu dialek temporal dari bahasa Melayu yang struktur maupun khazanahnya sebagian besar masih sama atau mirip dengan dialek-dialek temporal terdahulu seperti bahasa Melayu Klasik dan bahasa Melayu Kuno. Secara sosiologis, bolehlah kita katakan bahwa bahasa Indonesia baru dianggap "lahir" atau diterima keberadaannya pada tanggal 28 Oktober 1928. Secara yuridis, baru tanggal 18 Agustus 1945 bahasa Indonesia secara resmi diakui keberadaannya.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Fonologi dan tata bahasa dari bahasa Indonesia cukuplah mudah. Dasar-dasar yang penting untuk komunikasi dasar dapat dipelajari hanya dalam kurun waktu beberapa minggu. Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang digunakan sebagai penghantar pendidikan di perguruan-perguruan di Indonesia.</p><div style="text-align: justify;"> </div><table style="text-align: left; margin-left: 0px; margin-right: 0px;" id="toc" class="toc" summary="Daftar isi"> <tbody><tr> <td> <div id="toctitle"> <h2>Daftar isi</h2> <span class="toctoggle">[<span class="internal">sembunyikan</span>]</span></div> <ul><li class="toclevel-1"><span class="tocnumber">1</span> <span class="toctext">Sejarah</span> <ul><li class="toclevel-2"><span class="tocnumber">1.1</span> <span class="toctext">Melayu Kuno</span></li><li class="toclevel-2"><span class="tocnumber">1.2</span> <span class="toctext">Melayu Klasik</span></li><li class="toclevel-2"><span class="tocnumber">1.3</span> <span class="toctext">Bahasa Indonesia</span></li></ul> </li><li class="toclevel-1"><span class="tocnumber">2</span> <span class="toctext">Peristiwa-peristiwa penting yang berkaitan dengan perkembangan bahasa Melayu/ Indonesia</span></li><li class="toclevel-1"><span class="tocnumber">3</span> <span class="toctext">Penyempurnaan ejaan</span> <ul><li class="toclevel-2"><span class="tocnumber">3.1</span> <span class="toctext">Ejaan van Ophuijsen</span></li><li class="toclevel-2"><span class="tocnumber">3.2</span> <span class="toctext">Ejaan Soewandi</span></li><li class="toclevel-2"><span class="tocnumber">3.3</span> <span class="toctext">Ejaan Melindo (Melayu Indonesia)</span></li><li class="toclevel-2"><span class="tocnumber">3.4</span> <span class="toctext">Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD)</span></li></ul> </li><li class="toclevel-1"><span class="tocnumber">4</span> <span class="toctext">Pengaruh terhadap perbendaharaan kata</span> <ul><li class="toclevel-2"><span class="tocnumber">4.1</span> <span class="toctext">Hindu (antara abad ke-6 sampai 15 M)</span></li><li class="toclevel-2"><span class="tocnumber">4.2</span> <span class="toctext">Islam (dimulai dari abad ke-13 M)</span></li><li class="toclevel-2"><span class="tocnumber">4.3</span> <span class="toctext">Kolonial</span></li></ul> </li><li class="toclevel-1"><span class="tocnumber">5</span> <span class="toctext">Senarai jumlah kata serapan dalam bahasa Indonesia</span></li><li class="toclevel-1"><span class="tocnumber">6</span> <span class="toctext">Penggolongan</span></li><li class="toclevel-1"><span class="tocnumber">7</span> <span class="toctext">Distribusi geografis</span> <ul><li class="toclevel-2"><span class="tocnumber">7.1</span> <span class="toctext">Kedudukan resmi</span></li></ul> </li><li class="toclevel-1"><span class="tocnumber">8</span> <span class="toctext">Bunyi</span></li><li class="toclevel-1"><span class="tocnumber">9</span> <span class="toctext">Tata bahasa</span></li><li class="toclevel-1"><span class="tocnumber">10</span> <span class="toctext">Awalan, akhiran, dan sisipan</span></li><li class="toclevel-1"><span class="tocnumber">11</span> <span class="toctext">Dialek dan ragam bahasa</span></li><li class="toclevel-1"><span class="tocnumber">12</span> <span class="toctext">Lihat pula</span></li><li class="toclevel-1"><span class="tocnumber">13</span> <span class="toctext">Pranala luar</span> <ul><li class="toclevel-2"><span class="tocnumber">13.1</span> <span class="toctext">Pembelajaran bahasa Indonesia</span></li><li class="toclevel-2"><span class="tocnumber">13.2</span> <span class="toctext">Kamus Indonesia - asing</span></li></ul> </li></ul> </td> </tr> </tbody></table><div style="text-align: justify;"> <script type="text/javascript"> //<![CDATA[ if (window.showTocToggle) { var tocShowText = "tampilkan"; var tocHideText = "sembunyikan"; showTocToggle(); } //]]> </script> </div><p style="text-align: justify;"><a name="Sejarah" id="Sejarah"></a></p><div style="text-align: justify;"> </div><h2 style="text-align: justify;"><span class="editsection"></span><span class="mw-headline">Sejarah</span></h2><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu, sebuah bahasa <span class="mw-redirect">Austronesia</span> yang digunakan sebagai <i>lingua franca</i> di Nusantara kemungkinan sejak abad-abad awal penanggalan modern, paling tidak dalam bentuk informalnya. Bentuk bahasa sehari-hari ini sering dinamai dengan istilah <i><span class="new">Melayu Pasar</span></i>. Jenis ini sangat lentur sebab sangat mudah dimengerti dan ekspresif, dengan toleransi kesalahan sangat besar dan mudah menyerap istilah-istilah lain dari berbagai bahasa yang digunakan para penggunanya.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Bentuk yang lebih resmi, disebut <i><span class="new">Melayu Tinggi</span></i>, pada masa lalu digunakan kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, <span class="mw-redirect">Malaya</span>, dan Jawa. Bentuk bahasa ini lebih sulit karena penggunaannya sangat halus, penuh sindiran, dan tidak seekspresif Bahasa Melayu Pasar.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Pemerintah <span class="new">kolonial</span> Belanda yang menganggap kelenturan Melayu Pasar mengancam keberadaan bahasa dan budaya Belanda berusaha meredamnya dengan mempromosikan Bahasa Melayu Tinggi, di antaranya dengan penerbitan karya sastra dalam Bahasa Melayu Tinggi oleh Balai Pustaka. Tetapi Bahasa Melayu Pasar sudah telanjur diambil oleh banyak pedagang yang melewati Indonesia.<sup class="noprint Inline-Template"><span title="Kalimat yang diikuti tag ini membutuhkan rujukan." style="white-space: nowrap;">[<i><span class="mw-redirect">rujukan?</span></i>]</span></sup></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><a name="Melayu_Kuno" id="Melayu_Kuno"></a></p><div style="text-align: justify;"> </div><h3 style="text-align: justify;"><span class="editsection"></span><span class="mw-headline">Melayu Kuno</span></h3><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Penyebutan pertama istilah "Bahasa Melayu" sudah dilakukan pada masa sekitar 683-686 M, yaitu angka tahun yang tercantum pada beberapa prasasti berbahasa Melayu Kuno dari <span class="mw-redirect">Palembang</span> dan Bangka. Prasasti-prasasti ini ditulis dengan aksara Pallawa atas perintah raja Kerajaan Sriwijaya, kerajaan maritim yang berjaya pada abad ke-7 dan ke-8. Wangsa Syailendra juga meninggalkan beberapa prasasti Melayu Kuno di Jawa Tengah. Keping Tembaga Laguna yang ditemukan di dekat Manila juga menunjukkan keterkaitan wilayah itu dengan Sriwijaya.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Berbagai batu bertulis (prasasti) yang ditemukan itu seperti:</p><div style="text-align: justify;"> </div><ol style="text-align: justify;"><li>Prasasti Kedukan Bukit di <span class="mw-redirect">Palembang</span>, tahun 683</li><li><span class="mw-redirect">Prasasti Talang Tuo</span> di Palembang, tahun 684</li><li>Prasasti Kota Kapur di <span class="mw-redirect">Bangka Barat</span>, tahun 686</li><li>Prasasti Karang Brahi antara Jambi dan Sungai Musi, tahun 688</li></ol><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Yang kesemuanya beraksara <span class="new">Pallawa</span> dan bahasanya bahasa Melayu Kuno memberi petunjuk bahwa bahasa Melayu dalam bentuk bahasa Melayu Kuno sudah dipakai sebagai alat komunikasi pada zaman Sriwijaya.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Prasasti-prasasti lain yang bertulis dalam bahasa Melayu Kuno juga terdapat di</p><div style="text-align: justify;"> </div><ol style="text-align: justify;"><li>Jawa Tengah: Prasasti Gandasuli, tahun 832, dan <span class="new">Prasasti Manjucrigrha</span></li><li>Bogor, <span class="new">Prasasti Bogor</span>, tahun 942</li></ol><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Kedua-dua prasasti di pulau Jawa itu memperkuat pula dugaan bahwa bahasa Melayu Kuno pada ketika itu bukan saja dipakai di pulau <span class="mw-redirect">Sumatra</span>, melainkan juga dipakai di pulau Jawa.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Penelitian linguistik terhadap sejumlah teks menunjukkan bahwa paling sedikit terdapat dua dialek bahasa Melayu Kuno yang digunakan pada masa yang berdekatan.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><a name="Melayu_Klasik" id="Melayu_Klasik"></a></p><div style="text-align: justify;"> </div><h3 style="text-align: justify;"><span class="editsection"></span><span class="mw-headline">Melayu Klasik</span></h3><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Karena terputusnya bukti-bukti tertulis pada abad ke-9 hingga abad ke-13, ahli bahasa tidak dapat menyimpulkan apakah bahasa Melayu Klasik merupakan kelanjutan dari Melayu Kuna. Catatan berbahasa Melayu Klasik pertama berasal dari Prasasti Terengganu berangka tahun 1303.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Seiring dengan berkembangnya agama Islam dimulai dari <span class="mw-redirect">Aceh</span> pada abad ke-14, bahasa Melayu klasik lebih berkembang dan mendominasi sampai pada tahap di mana ekspresi “Masuk Melayu” berarti masuk agama Islam.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><a name="Bahasa_Indonesia" id="Bahasa_Indonesia"></a></p><div style="text-align: justify;"> </div><h3 style="text-align: justify;"><span class="editsection"></span><span class="mw-headline">Bahasa Indonesia</span></h3><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Bahasa Melayu di Indonesia kemudian digunakan sebagai <i>lingua franca</i> (bahasa pergaulan), namun pada waktu itu belum banyak yang menggunakannya sebagai bahasa ibu. Biasanya masih digunakan bahasa daerah (yang jumlahnya bisa sampai sebanyak 360).</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Awal penciptaan Bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa bermula dari Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Di sana, pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, dicanangkanlah penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa untuk negara Indonesia pascakemerdekaan. Soekarno tidak memilih bahasanya sendiri, Jawa (yang sebenarnya juga bahasa mayoritas pada saat itu), namun beliau memilih Bahasa Indonesia yang beliau dasarkan dari Bahasa Melayu yang dituturkan di Riau.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><a name="Peristiwa-peristiwa_penting_yang_berkaitan_dengan_perkembangan_bahasa_Melayu.2F_Indonesia" id="Peristiwa-peristiwa_penting_yang_berkaitan_dengan_perkembangan_bahasa_Melayu.2F_Indonesia"></a></p><div style="text-align: justify;"> </div><h2 style="text-align: justify;"><span class="editsection"></span><span class="mw-headline">Peristiwa-peristiwa penting yang berkaitan dengan perkembangan bahasa Melayu/ Indonesia</span></h2><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Perinciannya sebagai berikut:</p><div style="text-align: justify;"> </div><ol style="text-align: justify;"><li>Pada tahun 1901 disusunlah <b>ejaan resmi bahasa Melayu oleh <span class="new">Ch. A. van Ophuijsen</span></b> dan ia dimuat dalam <span class="new">Kitab Logat Melayu</span>.</li><li>Pada tahun 1908 <b>Pemerintah mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku bacaan</b> yang diberi nama <span class="new">Commissie voor de Volkslectuur</span> (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 ia diubah menjadi Balai Pustaka. Balai itu menerbitkan buku-buku novel seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.</li><li>Tanggal 28 Oktober 1928 merupakan saat-saat yang paling menentukan dalam perkembangan bahasa Indonesia karena pada tanggal itulah <b>para pemuda pilihan mamancangkan tonggak yang kukuh untuk perjalanan bahasa Indonesia</b>.</li><li>Pada tahun 1933 secara <b>resmi berdirilah sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya sebagai Pujangga Baru</b> yang dipimpin oleh <span class="mw-redirect">Sutan Takdir Alisyahbana</span> dan kawan-kawan.</li><li>Pada tanggal 25-28 Juni 1938 dilangsungkanlah <b>Kongres Bahasa Indonesia I</b> di Solo. Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu.</li><li>Pada tanggal 18 Agustus 1945 <b>ditandatanganilah Undang-Undang Dasar RI 1945</b>, yang salah satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan <b>bahasa Indonesia sebagai bahasa negara</b>.</li><li>Pada tanggal 19 Maret 1947 <b>diresmikan penggunaan Ejaan Republik (Ejaan Soewandi)</b> sebagai pengganti Ejaan van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.</li><li><b>Kongres Bahasa Indonesia II</b> di Medan pada tanggal 28 Oktober s.d. 2 November 1954 juga salah satu perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa negara.</li><li>Pada tanggal 16 Agustus 1972 H. M. Soeharto, Presiden Republik Indonesia, <b>meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD)</b> melalui pidato kenegaraan di hadapan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57, tahun 1972.</li><li>Pada tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan <b>menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan</b> dan <b>Pedoman Umum Pembentukan Istilah</b> resmi berlaku di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).</li><li><b>Kongres Bahasa Indonesia III</b> yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober s.d. 2 November 1978 merupakan peristiwa penting bagi kehidupan bahasa Indonesia. Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.</li><li><b>Kongres bahasa Indonesia IV</b> diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 21-26 November 1983. Ia diselenggarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin.</li><li><b>Kongres bahasa Indonesia V</b> di Jakarta pada tanggal 28 Oktober s.d. 3 November 1988. Ia dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh Nusantara (sebutan bagi negara Indonesia) dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani dengan dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.</li><li><b>Kongres Bahasa Indonesia VI</b> di Jakarta pada tanggal 28 Oktober s.d. 2 November 1993. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia.</li><li><b>Kongres Bahasa Indonesia VII</b> diselenggarakan di Hotel Indonesia, Jakarta pada tanggal 26-30 Oktober 1998. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa dengan ketentuan sebagai berikut: <ol><li>Keanggotaannya terdiri dari tokoh masyarakat dan pakar yang mempunyai kepedulian terhadap bahasa dan sastra.</li><li>Tugasnya memberikan nasihat kepada Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa serta mengupayakan peningkatan status kelembagaan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.</li></ol> </li></ol><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><a name="Penyempurnaan_ejaan" id="Penyempurnaan_ejaan"></a></p><div style="text-align: justify;"> </div><h2 style="text-align: justify;"><span class="editsection"></span><span class="mw-headline">Penyempurnaan ejaan</span></h2><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Ejaan-ejaan untuk bahasa Melayu/ Indonesia mengalami beberapa tahapan sebagai berikut:</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><a name="Ejaan_van_Ophuijsen" id="Ejaan_van_Ophuijsen"></a></p><div style="text-align: justify;"> </div><h3 style="text-align: justify;"><span class="editsection"></span><span class="mw-headline">Ejaan van Ophuijsen</span></h3><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Ejaan ini ditetapkan pada tahun 1901 yaitu ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Van Ophuijsen merancang ejaan itu yang dibantu oleh <span class="new">Engku Nawawi</span> Gelar <span class="new">Soetan Ma’moer</span> dan <span class="new">Moehammad Taib Soetan Ibrahim</span>. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:</p><div style="text-align: justify;"> </div><ol style="text-align: justify;"><li>Huruf <i>ï</i> untuk membedakan antara huruf <i>i</i> sebagai akhiran dan karenanya harus disuarakan tersendiri dengan diftong seperti <i>mulaï</i> dengan <i>ramai</i>. Juga digunakan untuk menulis huruf <i>y</i> seperti dalam <i>Soerabaïa</i>.</li><li>Huruf <i>j</i> untuk menuliskan kata-kata <i>jang</i>, <i>pajah</i>, <i>sajang</i>, dsb.</li><li>Huruf <i>oe</i> untuk menuliskan kata-kata <i>goeroe</i>, <i>itoe</i>, <i>oemoer</i>, dsb.</li><li>Tanda <span class="new">diakritik</span>, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata <i>ma’moer</i>, <i>’akal</i>, <i>ta’</i>, <i>pa’</i>, dsb.</li></ol><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><a name="Ejaan_Soewandi" id="Ejaan_Soewandi"></a></p><div style="text-align: justify;"> </div><h3 style="text-align: justify;"><span class="editsection"></span><span class="mw-headline"><span class="mw-redirect">Ejaan Soewandi</span></span></h3><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Ejaan ini diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 menggantikan ejaan sebelumnya. Ejaan ini lebih dikenal dengan nama ejaan Republik. Ciri-ciri ejaan ini yaitu:</p><div style="text-align: justify;"> </div><ol style="text-align: justify;"><li>Huruf <i>oe</i> diganti dengan <i>u</i> pada kata-kata <i>guru</i>, <i>itu</i>, <i>umur</i>, dsb.</li><li>Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan <i>k</i> pada kata-kata <i>tak</i>, <i>pak</i>, <i>rakjat</i>, dsb.</li><li>Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada <i>kanak2</i>, <i>ber-jalan2</i>, <i>ke-barat2-an</i>.</li><li>Awalan <i>di</i>- dan kata depan <i>di</i> kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya.</li></ol><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><a name="Ejaan_Melindo_.28Melayu_Indonesia.29" id="Ejaan_Melindo_.28Melayu_Indonesia.29"></a></p><div style="text-align: justify;"> </div><h3 style="text-align: justify;"><span class="editsection"></span><span class="mw-headline"><span class="new">Ejaan Melindo (Melayu Indonesia)</span></span></h3><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Konsep ejaan ini dikenal pada akhir tahun 1959. Karena perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya, diurungkanlah peresmian ejaan ini.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><a name="Ejaan_Bahasa_Indonesia_Yang_Disempurnakan_.28EYD.29" id="Ejaan_Bahasa_Indonesia_Yang_Disempurnakan_.28EYD.29"></a></p><div style="text-align: justify;"> </div><h3 style="text-align: justify;"><span class="editsection"></span><span class="mw-headline"><span class="mw-redirect">Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD)</span></span></h3><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Ejaan ini diresmikan pemakaiannya pada tanggal 16 Agustus 1972 oleh Presiden Republik Indonesia. Peresmian itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972. Dengan EYD, ejaan dua bahasa serumpun, yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia, semakin dibakukan.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Perubahan:</p><div style="text-align: justify;"> </div><table style="border: 1px solid rgb(170, 170, 170); margin: 1em 0px; background: rgb(249, 249, 249) none repeat scroll 0% 0%; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial; border-collapse: collapse; font-size: 95%; text-align: left;" border="2" cellpadding="4" cellspacing="0"> <tbody><tr> <th>Indonesia<br /><small>(pra-1972)</small></th> <th>Malaysia<br /><small>(pra-1972)</small></th> <th>Sejak 1972</th> </tr> <tr> <td>tj</td> <td>ch</td> <td>c</td> </tr> <tr> <td>dj</td> <td>j</td> <td>j</td> </tr> <tr> <td>ch</td> <td>kh</td> <td>kh</td> </tr> <tr> <td>nj</td> <td>ny</td> <td>ny</td> </tr> <tr> <td>sj</td> <td>sh</td> <td>sy</td> </tr> <tr> <td>j</td> <td>y</td> <td>y</td> </tr> <tr> <td>oe*</td> <td>u</td> <td>u</td> </tr> </tbody></table><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><small><b>Catatan</b>: Tahun 1947 "oe" sudah digantikan dengan "u".</small></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><a name="Pengaruh_terhadap_perbendaharaan_kata" id="Pengaruh_terhadap_perbendaharaan_kata"></a></p><div style="text-align: justify;"> </div><h2 style="text-align: justify;"><span class="editsection"></span><span class="mw-headline">Pengaruh terhadap perbendaharaan kata</span></h2><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Ada empat tempo penting dari hubungan <span class="mw-redirect">kebudayaan</span> Indonesia dengan dunia luar yang meninggalkan jejaknya pada perbendaharaan kata <strong class="selflink">Bahasa Indonesia</strong>.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><a name="Hindu_.28antara_abad_ke-6_sampai_15_M.29" id="Hindu_.28antara_abad_ke-6_sampai_15_M.29"></a></p><div style="text-align: justify;"> </div><h3 style="text-align: justify;"><span class="editsection"></span><span class="mw-headline"><span class="mw-redirect">Hindu</span> (antara abad ke-6 sampai 15 M)</span></h3><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Sejumlah besar kata berasal dari <span class="mw-redirect">Sanskerta</span> <span class="mw-redirect">Indo-Eropa</span>. (Contoh: samudra, suami, istri, raja, <span class="new">putra</span>, pura, kepala, <span class="new">mantra</span>, cinta, kaca)</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><a name="Islam_.28dimulai_dari_abad_ke-13_M.29" id="Islam_.28dimulai_dari_abad_ke-13_M.29"></a></p><div style="text-align: justify;"> </div><h3 style="text-align: justify;"><span class="editsection"></span><span class="mw-headline">Islam (dimulai dari abad ke-13 M)</span></h3><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Pada tempo ini diambillah sejumlah besar kata dari bahasa Arab dan Persia (Contoh: masjid, <span class="new">kalbu</span>, kitab, kursi, <span class="mw-redirect">doa</span>, <span class="new">khusus</span>, maaf, selamat, kertas)</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><a name="Kolonial" id="Kolonial"></a></p><div style="text-align: justify;"> </div><h3 style="text-align: justify;"><span class="editsection"></span><span class="mw-headline"><span class="new">Kolonial</span></span></h3><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Pada tempo ini ada beberapa bahasa yang diambil, di antaranya yaitu dari <span class="mw-redirect">Portugis</span> (contohnya: gereja, sepatu, sabun, meja, jendela) dan Belanda (contohnya: asbak, kantor, polisi, kualitas)</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Pasca-<span class="new">Kolonialisasi</span> (Kemerdekaan dan seterusnya) banyak kata yang diambil berasal dari bahasa Inggris. (Contoh: konsumen, isu). Dan ada juga <span class="new">Neo-Sanskerta</span> yaitu neologisme yang didasarkan pada bahasa Sanskerta, (contoh: dasawarsa, lokakarya, <span class="new">tunasusila</span>)</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Selain daripada itu <strong class="selflink">bahasa Indonesia</strong> juga menyerap perbendaharaan katanya dari bahasa Tionghoa (contoh: pisau, tauge, tahu, loteng, <span class="mw-redirect">teko</span>, <span class="new">tauke</span>, cukong).</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Ciri-ciri lain dari <span class="new">Bahasa Indonesia kontemporer</span> yaitu kesukaannya menggunakan akronim dan singkatan.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><a name="Senarai_jumlah_kata_serapan_dalam_bahasa_Indonesia" id="Senarai_jumlah_kata_serapan_dalam_bahasa_Indonesia"></a></p><div style="text-align: justify;"> </div><h2 style="text-align: justify;"><span class="editsection"></span><span class="mw-headline">Senarai jumlah kata serapan dalam bahasa Indonesia</span></h2><div style="text-align: justify;"> </div><dl style="text-align: justify;"><dd> <div class="boilerplate" id="catmore"><span class="image"><img alt="!" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/e/ef/Crystal_Clear_app_xmag.png/20px-Crystal_Clear_app_xmag.png" width="20" border="0" height="20" /></span><i>Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kata serapan dalam bahasa Indonesia</i></div> </dd></dl><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Bahasa Indonesia adalah bahasa yang terbuka. Maksudnya ialah bahwa bahasa ini banyak menyerap kata-kata dari bahasa lainnya.</p><div style="text-align: justify;"> </div><table style="text-align: left; margin-left: 0px; margin-right: 0px;" class="wikitable"> <tbody><tr> <th>Asal Bahasa</th> <th>Jumlah Kata</th> </tr> <tr> <td>Belanda</td> <td>3.280 kata</td> </tr> <tr> <td>Inggris</td> <td>1.610 kata</td> </tr> <tr> <td>Arab</td> <td>1.495 kata</td> </tr> <tr> <td>Sanskerta-Jawa Kuna</td> <td>677 kata</td> </tr> <tr> <td>Cina</td> <td>290 kata</td> </tr> <tr> <td>Portugis</td> <td>131 kata</td> </tr> <tr> <td>Tamil</td> <td>83 kata</td> </tr> <tr> <td><span class="mw-redirect">Parsi</span></td> <td>63 kata</td> </tr> <tr> <td>Hindi</td> <td>7 kata</td> </tr> </tbody></table><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><small><b>Sumber</b>: Senarai Kata Serapan dalam Bahasa Indonesia (1996) yang disusun oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (sekarang bernama Pusat Bahasa).</small></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><a name="Penggolongan" id="Penggolongan"></a></p><div style="text-align: justify;"> </div><h2 style="text-align: justify;"><span class="editsection"></span><span class="mw-headline">Penggolongan</span></h2><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Indonesia termasuk anggota dari Bahasa <span class="mw-redirect">Melayu-Polinesia Barat</span> subkelompok dari bahasa Melayu-Polinesia yang pada gilirannya merupakan cabang dari <span class="mw-redirect">bahasa Austronesia</span>. Menurut situs <i>Ethnologue</i>, bahasa Indonesia didasarkan pada bahasa Melayu dialek Riau yang dituturkan di timur laut <span class="mw-redirect">Sumatra</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><a name="Distribusi_geografis" id="Distribusi_geografis"></a></p><div style="text-align: justify;"> </div><h2 style="text-align: justify;"><span class="editsection"></span><span class="mw-headline">Distribusi geografis</span></h2><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Bahasa Indonesia dituturkan di seluruh Indonesia, walaupun lebih banyak digunakan di area perkotaan (seperti di Ibukota Jakarta yang digunakan bahasa Indonesia dengan dialek Betawi serta logat Betawi).</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Penggunaan bahasa di daerah biasanya lebih resmi, dan seringkali terselip dialek-dialek dan logat-logat di daerah bahasa Indonesia itu dituturkan. Untuk berkomunikasi dengan sesama orang sedaerah kadang <span class="new">bahasa daerahlah</span> yang digunakan sebagai pengganti untuk bahasa Indonesia.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><a name="Kedudukan_resmi" id="Kedudukan_resmi"></a></p><div style="text-align: justify;"> </div><h3 style="text-align: justify;"><span class="editsection"></span><span class="mw-headline">Kedudukan resmi</span></h3><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting seperti yang tercantum dalam:</p><div style="text-align: justify;"> </div><ol style="text-align: justify;"><li>Ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 dengan bunyi, ”Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.</li><li>Undang-Undang Dasar RI 1945 Bab XV (Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan) Pasal 36 menyatakan bahwa ”Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”.</li></ol><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Dari Kedua hal tersebut, maka kedudukan bahasa Indonesia sebagai:</p><div style="text-align: justify;"> </div><ol style="text-align: justify;"><li>Bahasa kebangsaan, kedudukannya berada di atas bahasa-bahasa daerah.</li><li>Bahasa negara (bahasa resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia)</li></ol><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><a name="Bunyi" id="Bunyi"></a></p><div style="text-align: justify;"> </div><h2 style="text-align: justify;"><span class="editsection"></span><span class="mw-headline">Bunyi</span></h2><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Berikut adalah fonem dari bahasa indonesia mutakhir</p><div style="text-align: justify;"> </div><table style="text-align: left; margin-left: 0px; margin-right: 0px;" class="wikitable"> <caption><b>Vokal</b></caption> <tbody><tr> <th><br /></th> <th>Depan</th> <th>Madya</th> <th>Belakang</th> </tr> <tr> <th>Tertutup</th> <td><span class="IPA" style="font-family: Doulos SIL,Code2000,Chrysanthi Unicode,Gentium,GentiumAlt,TITUS Cyberbit Basic,Bitstream Cyberbit,Bitstream Vera,Arial Unicode MS,Lucida Sans Unicode;">iː</span></td> <td><br /></td> <td><span class="IPA" style="font-family: Doulos SIL,Code2000,Chrysanthi Unicode,Gentium,GentiumAlt,TITUS Cyberbit Basic,Bitstream Cyberbit,Bitstream Vera,Arial Unicode MS,Lucida Sans Unicode;">uː</span></td> </tr> <tr> <th>Tengah</th> <td><span class="IPA" style="font-family: Doulos SIL,Code2000,Chrysanthi Unicode,Gentium,GentiumAlt,TITUS Cyberbit Basic,Bitstream Cyberbit,Bitstream Vera,Arial Unicode MS,Lucida Sans Unicode;">e</span></td> <td><span class="IPA" style="font-family: Doulos SIL,Code2000,Chrysanthi Unicode,Gentium,GentiumAlt,TITUS Cyberbit Basic,Bitstream Cyberbit,Bitstream Vera,Arial Unicode MS,Lucida Sans Unicode;">ə</span></td> <td><span class="IPA" style="font-family: Doulos SIL,Code2000,Chrysanthi Unicode,Gentium,GentiumAlt,TITUS Cyberbit Basic,Bitstream Cyberbit,Bitstream Vera,Arial Unicode MS,Lucida Sans Unicode;">o</span></td> </tr> <tr> <th>Hampir Terbuka</th> <td><span class="IPA" style="font-family: Doulos SIL,Code2000,Chrysanthi Unicode,Gentium,GentiumAlt,TITUS Cyberbit Basic,Bitstream Cyberbit,Bitstream Vera,Arial Unicode MS,Lucida Sans Unicode;">(ɛ)</span></td> <td><br /></td> <td><span class="IPA" style="font-family: Doulos SIL,Code2000,Chrysanthi Unicode,Gentium,GentiumAlt,TITUS Cyberbit Basic,Bitstream Cyberbit,Bitstream Vera,Arial Unicode MS,Lucida Sans Unicode;">(ɔ)</span></td> </tr> <tr> <th>Terbuka</th> <td><span class="IPA" style="font-family: Doulos SIL,Code2000,Chrysanthi Unicode,Gentium,GentiumAlt,TITUS Cyberbit Basic,Bitstream Cyberbit,Bitstream Vera,Arial Unicode MS,Lucida Sans Unicode;">a</span></td> <td><br /></td> <td><br /></td> </tr> </tbody></table><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Bahasa Indonesia juga mempunyai diftong <span class="IPA" style="font-family: Doulos SIL,Code2000,Chrysanthi Unicode,Gentium,GentiumAlt,TITUS Cyberbit Basic,Bitstream Cyberbit,Bitstream Vera,Arial Unicode MS,Lucida Sans Unicode;">/ai/</span>, <span class="IPA" style="font-family: Doulos SIL,Code2000,Chrysanthi Unicode,Gentium,GentiumAlt,TITUS Cyberbit Basic,Bitstream Cyberbit,Bitstream Vera,Arial Unicode MS,Lucida Sans Unicode;">/au/</span>, dan <span class="IPA" style="font-family: Doulos SIL,Code2000,Chrysanthi Unicode,Gentium,GentiumAlt,TITUS Cyberbit Basic,Bitstream Cyberbit,Bitstream Vera,Arial Unicode MS,Lucida Sans Unicode;">/oi/</span>. Namun, di dalam suku kata tertutup seperti <i>air</i> kedua vokal tidak diucapkan sebagai diftong</p><div style="text-align: justify;"> </div><table style="text-align: left; margin-left: 0px; margin-right: 0px;" class="wikitable"> <caption><b>Konsonan</b></caption> <tbody><tr> <th><br /></th> <th>Bibir</th> <th>Gigi</th> <th>Langit<sup>2</sup><br />keras</th> <th>Langit<sup>2</sup><br />lunak</th> <th>Celah<br />suara</th> </tr> <tr> <th>Sengau</th> <td><span class="IPA" style="font-family: Doulos SIL,Code2000,Chrysanthi Unicode,Gentium,GentiumAlt,TITUS Cyberbit Basic,Bitstream Cyberbit,Bitstream Vera,Arial Unicode MS,Lucida Sans Unicode;">m</span></td> <td><span class="IPA" style="font-family: Doulos SIL,Code2000,Chrysanthi Unicode,Gentium,GentiumAlt,TITUS Cyberbit Basic,Bitstream Cyberbit,Bitstream Vera,Arial Unicode MS,Lucida Sans Unicode;">n</span></td> <td><span class="IPA" style="font-family: Doulos SIL,Code2000,Chrysanthi Unicode,Gentium,GentiumAlt,TITUS Cyberbit Basic,Bitstream Cyberbit,Bitstream Vera,Arial Unicode MS,Lucida Sans Unicode;">ɲ</span></td> <td><span class="IPA" style="font-family: Doulos SIL,Code2000,Chrysanthi Unicode,Gentium,GentiumAlt,TITUS Cyberbit Basic,Bitstream Cyberbit,Bitstream Vera,Arial Unicode MS,Lucida Sans Unicode;">ŋ</span></td> <td> </td> </tr> <tr> <th>Letup</th> <td><span class="IPA" style="font-family: Doulos SIL,Code2000,Chrysanthi Unicode,Gentium,GentiumAlt,TITUS Cyberbit Basic,Bitstream Cyberbit,Bitstream Vera,Arial Unicode MS,Lucida Sans Unicode;">p b</span></td> <td><span class="IPA" style="font-family: Doulos SIL,Code2000,Chrysanthi Unicode,Gentium,GentiumAlt,TITUS Cyberbit Basic,Bitstream Cyberbit,Bitstream Vera,Arial Unicode MS,Lucida Sans Unicode;">t d</span></td> <td><span class="IPA" style="font-family: Doulos SIL,Code2000,Chrysanthi Unicode,Gentium,GentiumAlt,TITUS Cyberbit Basic,Bitstream Cyberbit,Bitstream Vera,Arial Unicode MS,Lucida Sans Unicode;">c ɟ</span></td> <td><span class="IPA" style="font-family: Doulos SIL,Code2000,Chrysanthi Unicode,Gentium,GentiumAlt,TITUS Cyberbit Basic,Bitstream Cyberbit,Bitstream Vera,Arial Unicode MS,Lucida Sans Unicode;">k g</span></td> <td><span class="IPA" style="font-family: Doulos SIL,Code2000,Chrysanthi Unicode,Gentium,GentiumAlt,TITUS Cyberbit Basic,Bitstream Cyberbit,Bitstream Vera,Arial Unicode MS,Lucida Sans Unicode;">ʔ</span></td> </tr> <tr> <th>Desis</th> <td><span class="IPA" style="font-family: Doulos SIL,Code2000,Chrysanthi Unicode,Gentium,GentiumAlt,TITUS Cyberbit Basic,Bitstream Cyberbit,Bitstream Vera,Arial Unicode MS,Lucida Sans Unicode;">(f)</span></td> <td><span class="IPA" style="font-family: Doulos SIL,Code2000,Chrysanthi Unicode,Gentium,GentiumAlt,TITUS Cyberbit Basic,Bitstream Cyberbit,Bitstream Vera,Arial Unicode MS,Lucida Sans Unicode;">s (z)</span></td> <td><span class="IPA" style="font-family: Doulos SIL,Code2000,Chrysanthi Unicode,Gentium,GentiumAlt,TITUS Cyberbit Basic,Bitstream Cyberbit,Bitstream Vera,Arial Unicode MS,Lucida Sans Unicode;">(ç)</span></td> <td><span class="IPA" style="font-family: Doulos SIL,Code2000,Chrysanthi Unicode,Gentium,GentiumAlt,TITUS Cyberbit Basic,Bitstream Cyberbit,Bitstream Vera,Arial Unicode MS,Lucida Sans Unicode;">(x)</span></td> <td><span class="IPA" style="font-family: Doulos SIL,Code2000,Chrysanthi Unicode,Gentium,GentiumAlt,TITUS Cyberbit Basic,Bitstream Cyberbit,Bitstream Vera,Arial Unicode MS,Lucida Sans Unicode;">h</span></td> </tr> <tr> <th>Getar/Sisi</th> <td> </td> <td><span class="IPA" style="font-family: Doulos SIL,Code2000,Chrysanthi Unicode,Gentium,GentiumAlt,TITUS Cyberbit Basic,Bitstream Cyberbit,Bitstream Vera,Arial Unicode MS,Lucida Sans Unicode;">l r</span></td> <td> </td> <td> </td> <td> </td> </tr> <tr> <th>Hampiran</th> <td><span class="IPA" style="font-family: Doulos SIL,Code2000,Chrysanthi Unicode,Gentium,GentiumAlt,TITUS Cyberbit Basic,Bitstream Cyberbit,Bitstream Vera,Arial Unicode MS,Lucida Sans Unicode;">w</span></td> <td> </td> <td><span class="IPA" style="font-family: Doulos SIL,Code2000,Chrysanthi Unicode,Gentium,GentiumAlt,TITUS Cyberbit Basic,Bitstream Cyberbit,Bitstream Vera,Arial Unicode MS,Lucida Sans Unicode;">j</span></td> <td> </td> <td> </td> </tr> </tbody></table><div style="text-align: justify;"> </div><ul style="text-align: justify;"><li>Vokal di dalam tanda kurung adalah alofon sedangkan konsonan di dalam tanda kurung adalah fonem pinjaman dan hanya muncul di dalam kata serapan.</li><li><span class="IPA" style="font-family: Doulos SIL,Code2000,Chrysanthi Unicode,Gentium,GentiumAlt,TITUS Cyberbit Basic,Bitstream Cyberbit,Bitstream Vera,Arial Unicode MS,Lucida Sans Unicode;">/k/</span>, <span class="IPA" style="font-family: Doulos SIL,Code2000,Chrysanthi Unicode,Gentium,GentiumAlt,TITUS Cyberbit Basic,Bitstream Cyberbit,Bitstream Vera,Arial Unicode MS,Lucida Sans Unicode;">/p/</span>, dan <span class="IPA" style="font-family: Doulos SIL,Code2000,Chrysanthi Unicode,Gentium,GentiumAlt,TITUS Cyberbit Basic,Bitstream Cyberbit,Bitstream Vera,Arial Unicode MS,Lucida Sans Unicode;">/t/</span> tidak <span class="new">diaspirasikan</span></li><li><span class="IPA" style="font-family: Doulos SIL,Code2000,Chrysanthi Unicode,Gentium,GentiumAlt,TITUS Cyberbit Basic,Bitstream Cyberbit,Bitstream Vera,Arial Unicode MS,Lucida Sans Unicode;">/t/</span> dan <span class="IPA" style="font-family: Doulos SIL,Code2000,Chrysanthi Unicode,Gentium,GentiumAlt,TITUS Cyberbit Basic,Bitstream Cyberbit,Bitstream Vera,Arial Unicode MS,Lucida Sans Unicode;">/d/</span> adalah <span class="new">konsonan gigi</span> bukan <span class="new">konsonan rongga gigi</span> seperti di dalam bahasa Inggris.</li><li><span class="IPA" style="font-family: Doulos SIL,Code2000,Chrysanthi Unicode,Gentium,GentiumAlt,TITUS Cyberbit Basic,Bitstream Cyberbit,Bitstream Vera,Arial Unicode MS,Lucida Sans Unicode;">/k/</span> pada akhir suku kata menjadi <span class="new">konsonan letup celah suara</span></li><li>Penekanan ditempatkan pada suku kata kedua dari terakhir dari kata akar. Namun apabila suku kata ini mengandung pepet maka penekanan pindah ke suku kata terakhir.</li></ul><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><a name="Tata_bahasa" id="Tata_bahasa"></a></p><div style="text-align: justify;"> </div><h2 style="text-align: justify;"><span class="editsection"></span><span class="mw-headline">Tata bahasa</span></h2><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Dibandingkan dengan bahasa-bahasa Eropa, bahasa Indonesia tidak banyak menggunakan kata bertata bahasa dengan jenis kelamin. Sebagai contoh kata ganti seperti "dia" tidak secara spesifik menunjukkan apakah orang yang disebut itu lelaki atau perempuan. Hal yang sama juga ditemukan pada kata seperti "adik" dan "pacar" sebagai contohnya. Untuk memerinci sebuah jenis kelamin, sebuah kata sifat harus ditambahkan, "adik laki-laki" sebagai contohnya.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Ada juga kata yang berjenis kelamin, seperti contohnya "putri" dan "putra". Kata-kata seperti ini biasanya diserap dari bahasa lain (pada kasus di atas, kedua kata itu diserap dari bahasa Sanskerta melalui bahasa Jawa Kuno.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Untuk mengubah sebuah kata benda menjadi bentuk jamak digunakanlah reduplikasi (<span class="new">perulangan kata</span>), tapi hanya jika jumlahnya tidak terlibat dalam konteks. Sebagai contoh "seribu orang" dipakai, bukan "seribu orang-orang". Perulangan kata juga mempunyai banyak kegunaan lain, tidak terbatas pada kata benda.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Bahasa Indonesia menggunakan dua jenis kata ganti orang pertama jamak, yaitu "kami" dan "kita". "Kami" adalah kata ganti eksklusif yang berarti tidak termasuk sang lawan bicara, sedangkan "kita" adalah kata ganti inklusif yang berarti kelompok orang yang disebut termasuk lawan bicaranya.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Susunan kata dasar yaitu Subyek - Predikat - Obyek (SPO), walaupun susunan kata lain juga mungkin. Kata kerja tidak di <span class="mw-redirect">bahasa berinfleksikan</span> kepada orang atau jumlah subjek dan objek. Bahasa Indonesia juga tidak mengenal kala (<i>tense</i>). Waktu dinyatakan dengan menambahkan kata keterangan waktu (seperti, "kemarin" atau "esok"), atau petunjuk lain seperti "sudah" atau "belum".</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Dengan tata bahasa yang cukup sederhana bahasa Indonesia mempunyai kerumitannya sendiri, yaitu pada penggunaan <span class="mw-redirect">imbuhan</span> yang mungkin akan cukup membingungkan bagi orang yang pertama kali belajar bahasa Indonesia.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><a name="Awalan.2C_akhiran.2C_dan_sisipan" id="Awalan.2C_akhiran.2C_dan_sisipan"></a></p><div style="text-align: justify;"> </div><h2 style="text-align: justify;"><span class="editsection"></span><span class="mw-headline">Awalan, akhiran, dan sisipan</span></h2><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Bahasa Indonesia mempunyai banyak <span class="mw-redirect">awalan</span>, <span class="mw-redirect">akhiran</span>, maupun <span class="mw-redirect">sisipan</span>, baik yang asli dari bahasa-bahasa Nusantara maupun dipinjam dari bahasa-bahasa asing.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Untuk daftar awalan, akhiran, maupun sisipan dapat dilihat di halaman masing-masing.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><a name="Dialek_dan_ragam_bahasa" id="Dialek_dan_ragam_bahasa"></a></p><div style="text-align: justify;"> </div><h2 style="text-align: justify;"><span class="editsection"></span><span class="mw-headline">Dialek dan ragam bahasa</span></h2><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Pada keadaannya bahasa Indonesia menumbuhkan banyak varian yaitu varian menurut pemakai yang disebut sebagai dialek dan varian menurut pemakaian yang disebut sebagai <span class="new">ragam bahasa</span>.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><b>Dialek</b> dibedakan atas hal ihwal berikut:</p><div style="text-align: justify;"> </div><ol style="text-align: justify;"><li><b>Dialek regional</b>, yaitu rupa-rupa bahasa yang digunakan di daerah tertentu sehingga ia membedakan bahasa yang digunakan di suatu daerah dengan bahasa yang digunakan di daerah yang lain meski mereka berasal dari eka bahasa. Oleh karena itu, dikenallah bahasa Melayu dialek Ambon, dialek <span class="mw-redirect">Jakarta</span> (Betawi), atau bahasa Melayu dialek <span class="mw-redirect">Medan</span>.</li><li><b>Dialek sosial</b>, yaitu dialek yang digunakan oleh kelompok masyarakat tertentu atau yang menandai tingkat masyarakat tertentu. Contohnya dialek wanita dan dialek remaja.</li><li><b>Dialek temporal</b>, yaitu dialek yang digunakan pada kurun waktu tertentu. Contohnya dialek Melayu zaman Sriwijaya dan dialek Melayu zaman Abdullah.</li><li><b>Idiolek</b>, yaitu keseluruhan ciri bahasa seseorang. Sekalipun kita semua berbahasa Indonesia, kita masing-masing memiliki ciri-ciri khas pribadi dalam pelafalan, tata bahasa, atau pilihan dan kekayaan kata.</li></ol><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Ragam bahasa dalam bahasa Indonesia berjumlah sangat banyak dan tidak terhad. Maka itu, ia dibagi atas dasar pokok pembicaraan, perantara pembicaraan, dan hubungan antarpembicara.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Ragam bahasa menurut pokok pembicaraan meliputi:</p><div style="text-align: justify;"> </div><ol style="text-align: justify;"><li>ragam <span class="mw-redirect">undang-undang</span></li><li>ragam <span class="mw-redirect">jurnalistik</span></li><li>ragam <span class="mw-redirect">ilmiah</span></li><li>ragam sastra</li></ol><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Ragam bahasa menurut hubungan antarpembicara dibagi atas:</p><div style="text-align: justify;"> </div><ol style="text-align: justify;"><li>ragam lisan, terdiri dari: <ol><li>ragam percakapan</li><li>ragam pidato</li><li>ragam kuliah</li><li>ragam panggung</li></ol> </li><li>ragam tulis, terdiri dari: <ol><li>ragam teknis</li><li>ragam undang-undang</li><li>ragam catatan</li><li>ragam surat-menyurat</li></ol> </li></ol><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><br />Dalam kenyataannya, bahasa baku tidak dapat digunakan untuk segala keperluan, tetapi hanya untuk:</p><div style="text-align: justify;"> </div><ol style="text-align: justify;"><li>komunikasi resmi</li><li>wacana teknis</li><li>pembicaraan di depan khalayak ramai</li><li>pembicaraan dengan orang yang dihormati</li></ol><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Selain keempat penggunaan tersebut, dipakailah ragam bukan baku.</p>Drs. Jaja, M.Humhttp://www.blogger.com/profile/00842688242044278015noreply@blogger.com0